JejakBD.web.id - Kadang, momen kecil yang kita tulis di blog bisa membawa kita ke pengalaman besar yang tak terduga. Seperti yang saya alami satu ini.
Saat beberes lemari buku di akhir pekan, tangan saya tiba-tiba menarik satu buku berjudul “Melancong, Merantau”. Seketika memori itu kembali.
Buku ini terbit tahun 2021, tapi anehnya, saya belum pernah benar-benar menuliskan kisah di balik keikutsertaan saya di buku ini.
Maka inilah dia — sebuah late post yang pantas untuk dituliskan.
Diajak Nulis Karena Blog?
Pengalaman ini berawal dari hal yang cukup sederhana: blog pribadi saya tentang perjalanan ke Singapura. Salah satu tulisan saya waktu itu mengangkat tentang jejak kampung Bugis yang saya temukan di Negeri Singa.
Tak disangka, tulisan itu dibaca oleh seseorang yang kemudian menghubungi saya. Ia adalah inisiator sekaligus Penanggung Jawab (PJ) Nulis Bareng atau NuBar Area Sulawesi, mbak Ry Purwanti.
Dengan hangat, beliau mengajak saya ikut menulis di proyek buku antologi bertema perjalanan dan perantauan. Katanya, tulisan saya menarik dan bisa “nyambung” dengan tema yang mereka usung.
Sebagai penulis amatir yang belum pernah ikut nulis buku bareng, saya tentu sempat ragu. Tapi rasa penasaran mengalahkan semuanya.
Lahirnya Tulisan “Jejak Pelaut Bugis di Tanah Melayu”
Setelah proses diskusi, saya akhirnya mengangkat tulisan berjudul "Jejak Pelaut Bugis di Tanah Melayu", dan menggunakan nama pena Bang Day.
Tulisan ini merupakan refleksi dari pengalaman pribadi saat mengikuti kursus singkat di Australia pada tahun 2018.
Di sana, secara tidak sengaja saya bertemu dengan seorang dosen asal Makassar yang bercerita tentang jejak pelaut Bugis di Australia dan keterkaitannya dengan suku Aborigin.
Percakapan itu membuka mata saya bahwa kisah pelaut Bugis jauh lebih luas dari yang saya bayangkan. Ternyata, mereka sudah lebih dulu merantau lintas benua, bahkan berasimilasi dengan penduduk asli di Australia.
Jejak Bugis Di Singapura
Saya jadi teringat dengan pusat oleh-oleh Bugis Street Singapura, surga cinderamata dan suvenir yang yang murah meriah di Singapura.
Penasaran juga apakah hanya sekedar nama atau memang ada kaitan dengan pelaut Bugis yang terkenal suka merantau tersebut.
Keberadaan Bugis Street Singapura erat kaitan dengan cerita pengembaraan pelaut Bugis dari Sulawesi. Sebagaimana pengembaraan mereka ke berbagai penjuru dunia.
Dalam buku The Bugis karya Christian Pelras, disebutkan pengembaraan pelaut Bugis lebih karena faktor politik internal di tanah Sulawesi Selatan.
Tentang Bukunya: Melancong, Merantau
Buku ini adalah bunga rampai pengalaman 19 penulis dari berbagai daerah yang pernah melancong atau merantau ke luar negeri.
Diterbitkan oleh Penerbit Rumedia, buku ini mengajak pembaca menyusuri jejak para perantau dari Benua Biru Eropa, Benua Kuning Asia, Benua Hijau Australia, hingga Benua Hitam Afrika.
Uniknya, setiap penulis punya sudut pandang dan pengalaman yang khas. Ada yang lucu, haru, penuh kejutan, sampai reflektif.
Namun benang merahnya satu: rindu pada tanah air dan pelajaran hidup dari negeri orang.
Yang Istimewa: Pertama Kali, dan Tidak Terlupakan
Bagi saya pribadi, ini adalah pengalaman pertama menulis di buku antologi. Rasanya seperti naik panggung pertama kali: deg-degan, tapi penuh semangat.
Saya belajar banyak dari proses ini — mulai dari menyusun ide, menyesuaikan gaya tulisan, sampai revisi dan tenggat waktu yang cukup ketat.
Tapi yang paling saya syukuri adalah: tulisan yang awalnya hanya ada di blog, kini bisa abadi dalam bentuk cetak dan dibaca lebih banyak orang.
Dan hari ini, saat tak sengaja menemukan bukunya lagi, saya merasa harus menuliskan ini — sebagai pengingat bahwa kadang peluang besar datang dari hal kecil yang kita lakukan dengan sepenuh hati.
Penutup
Kalau kamu suka menulis blog atau catatan perjalanan, jangan remehkan tulisanmu. Siapa tahu, tulisan itu akan menemukan jalannya sendiri, seperti tulisan saya ini yang berubah jadi bagian dari buku.
Dan bagi saya, buku "Melancong, Merantau" bukan sekadar kumpulan cerita.
Ia adalah jejak awal perjalanan saya menulis bersama orang-orang hebat, dan pengingat bahwa menulis bisa membawa kita ke tempat-tempat yang tak pernah kita duga.
Mantap mas. Jadi bukti bahwa tulisan blog itu bisa jadi pintu untuk peluang yang lebih besar ya.
BalasHapusSeru banget sih, dari cerita kecil di blog bisa berkembang jadi bagian dari buku yang dibaca banyak orang. Apalagi temanya soal perjalanan dan merantau, yang pasti relatable buat banyak orang.
Aha ini namanya kemajuan, dari blog ke buku, spill dong di blog isinya bang Day
BalasHapuscatatanpentingnya--menulis bisa membawa ke temoat-tempat yang tidak kita duga.menarikkk banget.setuju banget, kadang rejeki datang dari hal-hal kecil atau menulis hal-hal sederhana.selamat berproses buat kita semuanya
BalasHapusAlhamdulillah, ikut senang membacanya
BalasHapusWah kalau saya sama sekali belum pernah ke luar negeri, ke luar pulau jawa saja belum
Saya justru kebalik bang dari buku ke blog.. hahaha.. tapi saya bukan penulis terkenal. Cuma hobi nulis dan alhamdulillah masuk dalam beberapa buku antologi. Ditahun yang sama dengan terbitan buku bang day say beranikan diri buat buku solo. Senang memang yaa kalau mencoba sesuatu yang baru. Rasanya nano nano
BalasHapusluar biasa. jadi punya semangat baru dengan membaca ini. kaya tersa deg degannya
BalasHapusasyik nih., tahniah mas ;p
BalasHapusKeren banget, Bang Bede. Aku juga pernah punya pengalaman nulis buku hasil ikut lomba. Awalnya iseng kirim naskah dan ternyata lolos. Alhasil, aku pun mengikuti roadtrip selama 1 Minggu untuk mengenal dan belajar bisaya masyarakat yang nantinya kami tulis menjadi sebuah buku. Pengalaman yangs eru, degdegan dan bercampur banget...
BalasHapusSetelah ini blm ada antalogi lagi mas? Sebenernya kalo memang suka menulis sebaiknya juga tulis di buku yaaa. Aku dulu sekali bikin antalogi, tp setelah itu juga mandeg 🤣. LBH suka di blog juga
BalasHapusSelamat atas terbitnya buku antologi.
BalasHapus